LOGO UNIVERSITAS PASUNDAN

LOGO UNIVERSITAS PASUNDAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN

Sabtu, 10 Desember 2011

Pembahasan secara Deskriptif


4.5       Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian sebagaimana telah diuraikan di atas, selanjutnya kemudian dibahas berdasarkan perumusan masalah penelitian secara berurutan seperti berikut ini.
4.5.1 Pembahasan Deskriptif  Implementasi Kebijakan dan Koordinasi dalam Meningkatkan Efektivitas Organisasi.
Berdasarkan hasil uji deskripsi sebagaimana di jelaskan dalam pembahasan statistika dengan model struktural tersebut dapat diketahui bahwa apabila Implementasi Kebijakan meningkat maka akan meningkatkan Efektivitas Organisasi pada BAPPEDA-BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya, sebaliknya apabila Koordinasi meningkat akan menurunkan Efektivitas Organisasi pada BAPPEDA-BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya.
Hasil uji deskripsi tersebut mengandung arti bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan “Apabila Implementasi Kebijakan dan Koordinasi dilaksanakan secara optimal, maka Efektivitas Organisasi akan meningkat”, tidak terbukti. Hal ini juga memperkuat pendapat dari Edward III dalam Iskandar ( 2005:222) yang mengatakan bahwa: Semakin banyak aktor-aktor atau badan-badan lain yang terlibat dalam suatu kebijakan tertentu dan semakin saling berkaitan keputusan-keputusan mereka, maka semakin kecil kemungknan keberhasilan implementasi kebijakan.
Pada penelitian ini yang dijadikan sebagai unit analisis adalah semua pejabat struktural yang ada di  BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dan BAPPEDA-BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya, dengan jumlah populasi 121 orang yang seluruhnya dijadikan responden. Variabel yang akan diteliti adalah variabel Implementasi Kebijakan yang terdiri dari 4 ( empat) faktor yaitu, faktor  Komunikasi, faktor  Sumber Daya, faktor  Sikap/Disposisi, dan faktor Struktur Birokrasi. Untuk membahas kondisi variabel Implementasi Kebijakan, selanjutnya dilakukan pengukuran dengan menggunakan angket yang terdiri dari 13 pertanyaan dimana isinya merupakan penjabaran dari indikator-indikator dari Variabel Implementasi Kebijakan, masing-masing pertanyaan disertai lima kemungkinan jawaban yang harus dipilih dan dianggap sesuai menurut responden.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang mengacu pada angket/kuesioner, diperoleh persentase nilai data untuk faktor komunikasi yang diwakili oleh tiga item pertanyaan memperlihatkan bahwa 60,33% responden setuju bahwa setiap kebijakan harus di transmisikan sebagai penunjang media komunikasi dan 49,59% responden setuju bahwa didalam menyampaikan isi pesan mengenai kebijakan tidak cukup jelas. Selanjutnya 61,16% responden menyatakan setuju kalau kegiatan penyampaian komunikasi tentang kebijakan telah dilakukan secara terus menerus.
Hasil penelitian diatas memperlihatkan bahwa faktor komunikasi dalam Implementasi kebijakan di lingkungan BAPPEDA-BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya akan berjalan dengan baik apabila kebijakan tentang penataan ruang di transmisikan kepada masyarakat sebagai fihak yang akan memanfaatkan ruang sehingga terdapat kejelasan mengenai bagaimana seharusnya masyarakat mematuhi terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan serta dibutuhkan pula konsistensi dari setiap aparatur didalam mengkomunikasikan kebijakan tersebut
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang mengacu kepada kuesioner, diperoleh persentase nilai data untuk faktor  sumber daya yang diwakili oleh empat item pertanyaan memperlihatkan bahwa 39,67% responden setuju dengan pernyataan yang menyebutkan  bahwa BAPPEDA memiliki jumlah aparat yang memadai dalam rangka pelaksanaan tugas bidang penataan ruang kemudian 34,71% responden setuju dengan pernyataan bahwa didalam pelaksanaan kebijakan penataan ruang selama ini informasi yang berkaitan dengan bidang penataan ruang sulit untuk di akses oleh berbagai fihak terkait, 34,71% responden juga setuju dengan pernyataan bahwa alokasi dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas penataan ruang cukup tersedia dan memadai, 56,20% responden tidak setuju dengan pernyataan bahwa BAPPEDA kurang memiliki fasilitas yang memadai untuk menunjang pelaksanaan tugas penataan ruang.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa faktor sumber daya didalam Implementasi Kebijakan pada BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya sudah berjalan cukup baik.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengumpulan data yang mengacu kepada kuesioner, diperoleh persentase nilai data untuk faktor sikap yang diwakili tiga item pernyataan memperlihatkan bahwa sebanyak 61,16% responden setuju dengan pernyataan yang mengatakan bahwa aparatur BAPPEDA secara umum memiliki kepribadian yang baik dalam mendukung pelaksanaan tugasnya, sementara sebanyak 34,71% responden juga setuju dengan pernyataan bahwa sikap aparat BAPPEDA kurang peka terhadap perubahan atau perkembangan lingkungan yang dinamikanya sangat tinggi, dan sebanyak 52,07% responden setuju dengan pernyataan bahwa aparatur BAPPEDA disamping memiliki kemampuan juga memiliki keinginan kuat untuk melaksanakan kebijakan secara efektif dan efisien. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa faktor sikap dalam Implementasi Kebijakan pada BAPPEDA di kawasan Bandung Raya sudah berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang mengacu kepada kuesioner, diperoleh persentase nilai data untuk faktor struktur birokrasi yang diwakili 3 item pernyataan memperlihatkan 61,16% responden setuju dengan pernyataan bahwa BAPPEDA telah memiliki Standard Operating Procedure ( SOP) di dalam pelaksanaan tugas penataan ruang, selanjutnya sebanyak 49,59% responden setuju dengan pernyataan bahwa tidak terdapat kejelasan tugas/pembagian tugas dan wewenang diantara berbagai instansi terkait dalam melaksanakan kebijakan, kemudian 51,24% responden setuju dengan pernyataan bahwa unsur rasionalitas dari struktur birokrasi BAPPEDA telah terwujud secara efektif. Hasil penelitian tersebut  menggambarkan bahwa faktor  struktur birokrasi dalam Implementasi Kebijakan pada BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya sudah berjalan cukup baik, dengan telah dimilikinya SOP serta struktur birokrasi yang rasional, hanya masih ada hal yang harus diperhatikan dan diperbaiki yaitu yang berkaitan dengan masalah tidak adanya kejelasan tugas dan wewenang di antara berbagai instansi terkait, apabila hal tersebut dapat diatasi maka pelaksanaan kebijakan penataan ruang akan berhasil.
Disamping penilaian responden dilihat dari tahapan kuantil, terdapat pernyataan STS (Sangat Tidak Setuju ) dari responden terhadap faktor Sumber Daya yang diwakili oleh indikator aparat sebesar 3,31%, indikator informasi sebesar 4,13%, indikator dana sebesar 11,57% dan indikator fasilitas sebesar 18,18%. Kemudian responden yang menyatakan TS ( Tidak Setuju) juga terhadap faktor sumber daya yang diwakili oleh indikator aparat sebesar 26,45%, indikator informasi sebesar 29,75%, indikator dana sebesar 28,93% dan indikator fasilitas sebesar 56,20%.  Hal ini mengandung arti bahwa faktor sumber daya harus menjadi perhatian dan merupakan prioritas utama untuk dapat meningkatkan pelaksanaan Implementasi Kebijakan secara efektif.
Variabel Koordinasi yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi yaitu, faktor penyatupaduan (integrsi), faktor keselarasan ( sinkronisasi), faktor keserasian ( harmonisasi). Untuk membahas kondisi variabel Koordinasi, selanjutnya dilakukan pengukuran dengan menggunakan angket yang terdiri dari 9 pernyataan dimana isinya merupakan penjabaran dari indikator-indikator dari Variabel Koordinasi, masing-masing pertanyaan disertai lima kemungkinan jawaban yang harus dipilih dan dianggap sesuai menurut responden.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengumpulan data yang mengacu kepada kuesioner, diperoleh persentase nilai data untuk faktor penyatupaduan yang diwakili oleh tiga item pernyataan memperlihatkan sebanyak 66,94% responden setuju dengan pernyataan bahwa keterpaduan gerak langkah aparat BAPPEDA didalam pelaksanaan tugas penataan ruang dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, sebanyak 56,20% responden setuju dengan pernyataan bahwa dalam rangka pencapaian tujuan mewujudkan penataan ruang yang baik, BAPPEDA bekerjasama dengan instansi terkait lainnya, kemudian sebanyak 53,72%  responden tidak setuju dengan pernyataan bahwa Optimalisasi tata ruang merupakan sasaran bersama yang sulit diwujudkan manakala tidak dilakukan upaya-upaya kesepahaman antar instansi terkait. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa faktor  penyatupaduan/integrasi dalam pelaksanaan Koordinasi pada BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya sudah berjalan dengan cukup baik, hanya satu hal yang masih harus ditingkatkan adalah upaya-upaya kesepahaman antar instansi terkait agar terwujud optimalisasi dalam penataan ruang sebagai sasaran bersama.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang mengacu kepada kuesioner, diperoleh persentase nilai data untuk faktor keselarasan/sinkronisasi  yang diwakili  oleh tiga item pernyataan memperlihatkan sebanyak 62,81% responden setuju dengan pernyataan bahwa agar tidak terjadi tumpang tindih didalam pelaksanaan kebijakan maka BAPPEDA melakukan pembagian tugas dan wewenang sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan, sebanyak 67,77% responden setuju dengan pernyataan bahwa tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam pelaksanaan tugasnya BAPPEDA mengacu kepada SOP yang telah dimiliki, selanjutnya sebesar 63,64% responden setuju dengan pernyataan bahwa agar tidak terjadi benturan dalam pelaksanaan tugas BAPPEDA dan instansi terkait lainnya melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Hasil penelitian tersebut  menunjukan bahwa faktor keselarasan didalam pelaksanaan Koordinasi pada BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya sudah berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengumpulan data yang mengacu kepada kuesioner, diperoleh persentase nilai data untuk faktor keserasian/harmonisasi  diwakili oleh tiga item pernyataan memperlihatkan sebesar 60,33% responden setuju dengan pernyataan bahwa fleksibilitas pemahaman terhadap kebijakan dan peraturan yang berlaku, dilaksanakan secara baik oleh aparat BAPPEDA dan instansi terkait lainnya, kemudian sebesar 59,50% responden setuju dengan pernyataan bahwa dinamika yang berkembang baik secara internal maupun secara eksternal telah diantisipasi secara optimal oleh aparat BAPPEDA dan instansi terkait lainnya, selanjutnya sebesar 52,07% responden setuju dengan pernyataan bahwa upaya-upaya kontingensi terhadap lingkungan organisasi yang berbeda dilakukan secara terus menerus oleh BAPPEDA dan instansi terkait lainnya baik secara administratif maupun secara fisik.
Hasil penelitian di atas memperlihatkan bahwa faktor  keserasian didalam pelaksanaan Koordinasi pada BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya telah berjalan dengan baik. Dengan demikian, agar pelaksanaan kebijakan penataan ruang dapat berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan maka keserasian hubungan antara lembaga yang terlibat didalam pelaksanaan kebijakan tersebut harus tetap dipelihara.
Disamping penilaian responden dilihat dari tahapan kuantil, terdapat pernyataan STS (Sangat Tidak Setuju ) dari responden terhadap faktor penyatupaduan yang diwakili oleh indikator sasaran bersama sebesar 10,74%, sementara indikator lainnya relative baik. Kemudian responden yang menyatakan TS ( Tidak Setuju) yang terbesar juga terhadap faktor penyatupaduan yang diwakili oleh indikator sasaran bersama  sebesar 53,72%, indikator lingkungan internal/eksternal organisasi sebesar 14,05%, dan indikator kontingensi sebesar 14,88%.  Hal ini mengandung arti bahwa faktor penyatupaduan dan keserasian diantara organisasi BAPPEDA di Kawasan Bandung Raya harus lebih ditingkatkan lagi, agar tercipta koordinasi yang baik didalam rangka pelaksanaan penataan ruang di Kawasan Bandung Raya.

Minggu, 04 Desember 2011

BAB III OBJEK PENELITIAN


BAB  III
OBYEK DAN METODE PENELITIAN
3.1. Obyek Penelitian

Objek penelitian, adalah wilayah atau daerah penelitian di mana peneliti melakukan penelitian. Adapun objek penelitiannya, adalah BAPPEDA Provinsi Jawa Barat, BAPPEDA Kota Bandung, BAPPEDA Kabupaten Bandung, BAPPEDA Kabupaten Bandung Barat, BAPPEDA Kabupaten Sumedang dan BAPPEDA Kota Cimahi. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian tersebut di atas, karena dalam pelaksanaan kebijakan berkaitan dengan tata ruang wilayah di Kawasan Bandung Raya berjalan kurang efektif. Hal tersebut dapat dilihat dari kurang maksimalnya koordinasi pada instansi dimaksud serta belum ada peneliti lain yang mencoba untuk meneliti isu – isu yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tata ruang tersebut.

3.1.1  Gambaran Umum BAPPEDA
            Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah mewajibkan setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk menyusun Rencana Kerja (Renja) SKPD sebagai pedoman kerja selama periode 1 (satu) tahun yang berfungsi untuk menterjemahkan perencanaan strategis lima tahunan yang dituangkan dalam Renstra SKPD kedalam perencanaan tahunan yang sifatnya lebih operasional.
            Sebagai sebuah dokumen resmi SKPD, Renja SKPD mempunyai kedudukan yang strategis yaitu menjembatani antara perencanaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), sebagai implementasi pelaksanaan strategis jangka menengah (RPJMP) daerah dan Renstra SKPD yang menjadi satu kesatuan untuk mendukung pencapaian Visi dan Misi Daerah.
            Dokumen Renja SKPD pada dasarnya merupakan suatu proses pemikiran Strategis untuk mensikapi isu-isu yang berkembang dan mengimplementasikannya dalam program dan kegiatan SKPD. Kualitas dokumen Renja sangat ditentukan oleh kualitas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, sehingga penyusunan Renja SKPD sangat ditentukan oleh kemampuan SKPD dalam menyusun, mengorganisasikan, mengimplementasikan, mengendalikan dan mengevaluasi capaian program dan kegiatan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD.
            Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) merupakan lembaga Teknis yang memegang peranan dan fungsi strategis dalam pelaksanaan pembangunan. Segala bentuk Perencanaan Pembangunan baik berupa pembangunan bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya maupun pembangunan fisik merupakan produk dari Lembaga Teknis Pemerintah Daerah ini.
            Prioritas Rencana Kerja (Renja) BAPPEDA tahun 2010 diarahkan pada Program Pengembangan Data/Informasi, Program Kerjasama Pembangunan, Program Perencanaan Pengembangan Wilayah Strategis dan cepat tumbuh, Program Perencanaan Pengembangan Kota-kota Menengah dan Besar, Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perencanaan Pembangunan Daerah, Program Perencanaan Pembangunan Daerah, Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi, Program Perencanaan Sosial Budaya, Program Perencanaan Prasarana Wilayah dan Sumber Daya Alam, ditambah dengan Studi Evaluasi, Pengembangan dan Pengendalian dengan melihat hasil evaluasi pelaksanaan Renja tahun 2008 serta snapshot tahun berjalan 2009.
            Penyusunan Rencana Kerja BAPPEDA Tahun 2010 berpedoman pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Tatacara dan Mekanisme Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 yang diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Tahapan, Tatacara penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan serta Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah. Sedangkan untuk prioritas program dan kegiatan mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, RPJP Tahap II dan RPJMD 2009-2013.

HASIL PENELITIAN


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1  Analisis Deskripsi
Pengamatan atau data yang akan dianalisis dikumpulkan secara primer menggunakan kuesioner. Dengan banyaknya responden yang terpilih ke dalam sampel sebanyak 121 pejabat struktural BAPPEDA di Jawa Barat. Kuesioner terdiri dari 33 pertanyaan mengenai penilaian responden terhadap Implementasi Kebijakan, Koordinasi, dan Efektivitas Organisasi. Setelah data diperoleh kemudian ditabulasikan, dideskripsikan dan selanjutnya dianalisis untuk mengetahui pengaruh dari Implementasi Kebijakan dan Koordinasi terhadap Efektivitas Organisasi menggunakan analisis Structural Equations Modelling (SEM). Berikut ini adalah uraian mengenai deskripsi data hasil pengamatan responden.

4.1.1 Implementasi Kebijakan
Dimensi yang mengukur variabel Implementasi Kebijakan adalah komunikasi, sumber daya, sikap dan struktur birokrasi masing-masing dimensi tersebut terdiri dari 3 (tiga) pernyataan, kecuali sumber daya terdiri dari 4 (empat) pernyataan dan hasilnya ditabulasikan sebagai berikut :
Tabel 4.1
Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Implementasi Kebijakan
No
Indikator
% Alternatif Jawaban
Total
Skor
Kategori
STS
TS
N
S
SS
1
Transmisi
0,00
4,96
12,40
60,33
22,31
484
Baik
2
Kejelasan
0,83
18,18
25,62
49,59
5,79
413
Baik
3
Konsistensi
0,00
6,61
16,53
61,16
15,70
467
Baik
4
Aparat
3,31
26,45
14,05
39,67
16,53
411
Cukup Baik
5
Informasi
4,13
29,75
21,49
34,71
9,92
383
Cukup Baik
6
Dana
11,57
28,93
21,49
34,71
3,31
350
Cukup Baik
7
Fasilitas
18,18
56,20
18,18
6,61
0,83
261
Kurang Baik
8
Kepribadian
0,00
3,31
11,57
61,16
23,97
491
Baik
9
Faktor luar
0,83
23,97
20,66
34,71
19,83
422
Baik
10
Keinginan
0,00
7,44
12,40
52,07
28,10
485
Baik
11
SOP
1,65
5,79
15,70
61,16
15,70
464
Baik
12
Fragmentasi
0,83
18,18
19,83
49,59
11,57
427
Baik
13
Rasional
0,83
20,66
17,36
51,24
9,92
422
Baik
Total
5480
Baik
Sumber : Data Hasil Analisis Kuesioner, 2011

Untuk mengetahui tingkatan menurut penilian responden dapat dilihat dari diagram tahapan kuantil berikut ini.
Jumlah skor terendah = 1 x 13 item x 121 responden = 1573
Jumlah skor tertinggi   = 5 x 13 item x 121 responden = 7865
Maka panjang interval untuk membentuk kriteria Implementasi Kebijakan dalam 5 kategori dapat dihitung sebagai berikut :
Panjang interval =
                             =
 
Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik
Sangat Baik












1573
2831,4
4089,8
5348,2
6606,6
7865












0 



Gambar 4.1
Diagram Tahapan Kuantil Implementasi Kebijakan

Total skor minimal variabel Implementasi Kebijakan adalah 1573 dan maksimal 7865, sedangkan total skor hasil penelitian/aktual variabel ini sebesar 5480, sehingga dapat diambil kesimpulan peningkatan Implementasi Kebijakan menurut responden termasuk ke dalam penilaian dengan klasifikasi Baik.

4.1.2 Koordinasi
Dimensi yang mengukur variabel Koordinasi yaitu keunikan penyatupaduan, keselarasan dan keserasian, masing-masing dimensi terdiri dari 3 (tiga) pernyataan dan hasilnya ditabulasikan sebagai berikut :
Tabel 4.2
Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Koordinasi
No
Indikator
% Alternatif Jawaban
Total
Skor
Kategori
STS
TS
N
S
SS
1
Gerak/Langkah
0,00
5,79
8,26
66,94
19,01
483
Baik
2
Pencapaian Tujuan
0,00
4,96
1,65
56,20
37,19
515
Sangat Baik
3
Sasaran Bersama
10,74
53,72
12,40
14,88
8,26
310
Kurang Baik
4
Tidak Tumpang Tindih
0,00
2,48
1,65
62,81
33,06
516
Sangat Baik
5
Tidak Simpang Siur
0,00
2,48
12,40
67,77
17,36
484
Baik
6
Tidak Berbenturan
0,00
4,96
2,48
63,64
28,93
504
Baik
7
Fleksibel
0,00
6,61
7,44
60,33
25,62
490
Baik
8
Lingk. Internal/ Eksternal Org.
0,00
14,05
9,09
59,50
17,36
460
Baik
9
Kontingensi
0,83
14,88
13,22
52,07
19,01
452
Baik
Total
4214
Baik
Sumber : Data Hasil Analisis Kuesioner, 2011

Untuk mengetahui tingkatan menurut penilian responden dapat dilihat dari diagram tahapan kuantil berikut ini.
Jumlah skor terendah = 1 x 9 item x 121 responden = 1089
Jumlah skor tertinggi   = 5 x 9 item x 121 responden = 5445
Panjang interval =
                             =
 

 
Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik
Sangat Baik











 1089
1960,2
2831,4
3702,6
4573,8
5445












0


Gambar 4.2
Diagram Tahapan Kuantil Koordinasi

Total skor minimal variabel Koordinasi adalah 1089 dan maksimal 5445, sedangkan total skor hasil penelitian/aktual variabel ini sebesar 4214, sehingga dapat diambil kesimpulan peningkatan Koordinasi menurut responden termasuk ke dalam penilaian dengan klasifikasi Baik.

4.1.3 Efektivitas Organisasi
Dimensi yang mengukur variabel efektivitas organisasi yaitu prestasi, tujuan, dan waktu, masing-masing terdiri dari 3 (tiga) pernyataan, kecuali waktu disusun oleh 5 (lima) pernyataan dan hasilnya ditabulasikan sebagai berikut :

Tabel 4.3
Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Efektivitas Organisasi
No
Indikator
% Alternatif Jawaban
Total
Skor
Kategori
STS
TS
N
S
SS
1
Individu
2,48
19,83
12,40
52,07
13,22
428
Baik
2
Kelompok
0,00
0,83
1,65
85,12
12,40
495
Baik
3
Organisasi
10,74
20,66
13,22
46,28
9,09
390
Cukup Baik
4
Besaran Pengeluaran
0,00
0,00
31,40
51,24
17,36
467
Baik
5
Usaha Kerjasama
0,00
20,66
34,71
33,88
10,74
405
Cukup Baik
6
Kesejahteraan
0,00
0,00
4,96
51,24
43,80
531
Sangat Baik
7
Produksi
0,00
4,13
19,83
51,24
24,79
480
Baik
8
Efisiensi
0,83
16,53
41,32
25,62
15,70
410
Cukup Baik
9
Kepuasan
3,31
16,53
23,14
40,50
16,53
424
Baik
10
Keadaptasian
0,00
22,31
34,71
33,06
9,92
400
Cukup Baik
11
Pengembangan
9,92
42,15
33,06
14,05
0,83
307
Kurang Baik
Total
4737

Sumber : Data Hasil Analisis Kuesioner, 2011

Untuk mengetahui tingkatan menurut penilian responden dapat dilihat dari diagram tahapan kuantil berikut ini.
Jumlah skor terendah = 1 x 11 item x 121 responden = 1331
Jumlah skor tertinggi   = 5 x 11 item x 121 responden = 6655
Panjang interval =
                             =
 


Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik
Sangat Baik











1331
2395,8
3460,6
4525,4
5590,2
6655












0


Gambar 4.3
Diagram Tahapan Kuantil Efektivitas Organisasi

Total skor minimal variabel Efektivitas Organisasi adalah 1331 dan maksimal 6655, sedangkan total skor hasil penelitian/aktual variabel ini sebesar 4737, sehingga dapat diambil kesimpulan peningkatan Efektivitas Organisasi menurut responden termasuk ke dalam penilaian dengan klasifikasi Baik.

4.2 Metode Succesive Interval
Data pengamatan dikumpulkan menggunakan kuesioner, dimana pilihan jawabannya berupa skala likert atau tingkat pengukurannya berskala ordinal. Karena dalam penelitian ini ingin diketahui besarnya pengaruh variabel bebas (eksogen) Implementasi Kebijakan dan Koordinasi terhadap variabel tak bebas (endogen) Efektivitas Organisasi menggunakan pemodelan persamaan terstruktur (structural equations modelling/SEM) yang mensyaratkan skala pengukurannya minimalnya interval, maka terlebih dahulu data yang berskala likert tersebut diubah menjadi skala interval. Peningkatan skala ordinal ke interval menggunakan Method of Succesive Interval (MSI) untuk masing-masing item yang valid (Rankin, 1983:87-90).
Sebagai contoh ilustrasi, cara menaikan skala ordinal untuk item pertama pada Implementasi Kebijakan (item valid)  menjadi skala interval adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4
MSI untuk Item 1 Implementasi Kebijakan
Skor
frek
Proporsi
Proporsi Kumulatif
Densitas
Z
SV
2
6
0,050
0,050
0,102
-1,649
-2,066
3
15
0,124
0,174
0,256
-0,940
-1,242
4
73
0,603
0,777
0,299
0,762
-0,070
5
27
0,223
1,000


1,338
      Sumber : Data Hasil Analisis Kuesioner, 2011

Skala (Skor = 2) = -2,066 + | -2,066 | + 1 = 1,000
Skala (Skor = 3) = -1,242 + | -2,066 | + 1 = 1,824
Skala (Skor = 4) = -0,070 + | -2,066 | + 1 = 2,996
Skala (Skor = 5) =  1,338 + | -2,066 | + 1 = 4,404
            Begitu seterusnya hingga item ke-33, proses peningkatan skala ordinal ke interval disajikan dalam Lampiran 4. Tahapan selanjutnya yaitu menyusun dimensi, sehingga diperoleh total skala untuk 10 dimensi yang akan digunakan untuk memprediksi variabel laten : Implementasi Kebijakan (ξ1), Koordinasi (ξ2), dan Efektivitas Organisasi (η). Data tersebut disajikan dalam Lampiran 5.

4.3 Analisis Data
4.3.1 Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis)
Sebelum melakukan penaksiran terhadap model struktural Implementasi Kebijakan dan Koordinasi terhadap Efektivitas Organisasi, terlebih dahulu perlu dilakukan analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis/CFA) dengan tujuan untuk mengetahui apakah dimensi-dimensi yang digunakan untuk memprediksi variabel laten itu sudah tepat atau belum. Dengan menggunakan software Lisrel versi 8.70, taksiran model analisis konfirmatori digambarkan seperti disajikan dalam gambar di bawah ini.
Text Box:
Gambar 4.4
Model CFA Implementasi Kebijakan, Koordinasi dan Efektivitas Organisasi
Uji kecocokan model CFA disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.5
Uji Kecocokan Model CFA
Indeks
kecocokan
Nilai
Cut off value
Kesimpulan
Chi-Square
60,8873
46,194
Tolak H0, model kurang baik
P-value
0,001539
< 0,05
Tolak H0, model kurang baik
RMSEA
0,08673
> 0,08
Tolak H0, model kurang baik
SRMR
0.05559
> 0,05
Tolak H0, model kurang baik
GFI
0.9079*
> 0,90
Terima H0, model baik
AGFI
0.8417
0,80 – 0,90
Terima H0, model marginal
NFI
0,9322*
> 0,90
Terima H0, model baik
NNFI
0,9460*
> 0,90
Terima H0, model baik
CFI
0,9616*
> 0,90
Terima H0, model baik
Sumber : Data Hasil Analisis, 2011
* Indeks kecocokan (GOF) memenuhi syarat model dengan kategori baik

Pada tabel di atas diperoleh nilai Chi-Square = 60,8873 (P-value = 0,001539) yang jauh lebih besar dibandingkan nilai tabel c2(0,05;32) = 46,194 maka hipotesis nol ditolak yang menunjukkan bahwa model CFA dinyatakan kurang baik. Sementara itu indeks kecocokan GFI, NFI, NNFI dan CFI di atas 0,90 mengindikasikan model baik, nilai RMSEA di atas 0,08 dan SRMR di atas 0,05 menunjukkan model kurang baik, sedangkan indeks kecocokan AGFI nilainya ada pada selang 0,80 – 0,90 yang mengindikasikan model marginal. Dengan demikian dari 9 indeks kecocokan, 4 nilai diantaranya menyatakan model kurang baik, sedangkan 5 indeks lainnya (> 50%) menyatakan bahwa model sudah dapat diterima. Sehingga model ini tetap dipertahankan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini.
Pengujian keberartian taksiran parameter setiap dimensi dalam memprediksi variabel laten disajikan dalam tabel di bawah ini.





Tabel 4.6
Koefisien Jalur Model CFA Modifikasi Akhir
Dimensi

Variabel Laten
Loading
Factor
Simp. baku
thitung

X11
¬
X1
0,8468
0,07629
11,0999*
X12
¬
X1
0,1050
0,09572
1,0974
X13
¬
X1
0,7241
0,08173
8,8599*
X14
¬
X1
0,8002
0,07838
10,2097*
X21
¬
X2
0,8060
0,08071
9,9856*
X22
¬
X2
0,7217
0,08405
8,5864*
X23
¬
X2
0,7953
0,08113
9,8020*
Y1
¬
Y
0,3678
0,08849
4,1562*
Y2
¬
Y
0,6446
0,08819
7,3095*
Y3
¬
Y
0,6100
0,08841
6,8996*
 Sumber : Data Hasil Analisis, 2011
* Signifikan pada taraf nyata 0,05

Tabel 4.7
Kovarians Model CFA
Kovarians
(Korelasi)
Taksiran
Parameter
Simp. baku
thitung

X1
«
X2
0,8279
0,0506
16,3524*
X1
«
Y
1,1088
0,0647
17,1275*
X2
«
Y
0,9150
0,0755
12,1272*
    Sumber : Data Hasil Analisis, 2011
    * Signifikan pada taraf nyata 0,05
                                                            

Hasil analisis koefisien jalur model confirmatory factor analysis (CFA) menunjukan adanya pengaruh yang signifikan, sebagaimana ditunjukan dalam tabel di atas nilai thitung semuanya di atas nilai kritis yang disyaratkan yaitu |thitung| ³ 1,96 atau secara eksak |thitung| ³ ttabel = 2,037 (ttabel = t(0,05/2; 32) = 2,037), kecuali dimensi X12 tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam memprediksi variabel laten X1. Jadi dapat disimpulkan bahwa dimensi yang digunakan untuk memprediksi faktor laten yang bersangkutan secara keseluruhan sudah sesuai. Begitupun dengan hubungan di antara variabel laten semuanya signifikan pada taraf  kepercayaan 95%.
4.3.2 Evaluasi Data
Evaluasi data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis menggunakan model terstruktur sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan atau belum. Dalam model terstuktur, taksiran parameter (loading factor dan atau regression weight) yang dihasilkan melalui analisis SEM diharapkan sebagai taksiran yang terbaik yaitu memiliki sifat tak bias dan bervarians minimum. Evaluasi data ini terdiri atas uji normalitas, pemeriksaan outlier (pencilan), uji multikolinearitas dan singularitas yang diuraikan sebagai berikut.

4.3.2.1 Pemeriksaan Normalitas
Pemeriksaan normalitas multivariat dalam SEM dapat dilihat dari nilai akar kuadrat rata-rata kekeliruan yang dibakukan (Standardized Root Mean Square Residual). Data dikatakan berdistribusi normal multivariat apabila memiliki akar kuadrat rata-rata kekeliruan yang dibakukan lebih kecil dari 0,05 (standarized RMR < 0,05), jika berlaku sebaliknya maka datanya tidak normal. Dapat dilihat pada output analisis CFA seperti dalam Tabel 4.20, nilai akar kuadrat rata-rata kekeliruan yang dibakukan adalah sebesar 0,05559 lebih besar dari 0,05. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang akan dianalisis menggunakan SEM tidak normal.
Pemeriksaan normalitas multivariat juga dapat dilakukan menggunakan plot kuantil (Qplot) dari nilai kekeliruan yang dibakukan (standardized residual). Data yang dianalisis tersebut mengikuti distribusi normal multivariat apabila sebaran kekeliruan melawan nilai kuantilnya berada di sekitar garis lurus yang membentuk sudut 45O (ketika terjadi korelasi sempurna  (r = 1) antara kekeliruan dan nilai kuantilnya). Hasil pemeriksaan asumsi normalitas multivariat secara grafik disajikan dalam Gambar 4.3 di bawah ini.
Text Box:
Gambar 4.5
Qplot of Standardized Residuals

Terlihat pada gambar di atas sebaran kekeliruannya tidak membentuk garis lurus, terdapat beberapa titik data yang jauh dari garis referensi, sehingga dapat dinyatakan bahwa kekeliruan tidak berdistribusi normal multivariat.



4.3.2.2 Pemeriksaan Outlier
Evaluasi terhadap adanya data pencilan atau outlier dapat dilihat dari besarnya nilai standardize residuals pasangan masing-masing dimensi yang dihasilkan model CFA. Data dikatakan mempunyai outlier apabila nilai kekeliruan yang dibakukan di atas ± 2,58. Ringkasan nilai-nilai kekeliruan yang dibakukan adalah sebagai berikut.
Text Box: Summary Statistics for Standardized Residuals

 Smallest Standardized Residual =   -3.2866
   Median Standardized Residual =    0.0000
  Largest Standardized Residual =    2.4099
Berdasarkan ringkasan di atas terlihat bahwa nilai terkecil dari kekeliruan yang dibakukan sebesar -3,2866 berasal dari pasangan dimensi X13 dan Y2, sedangkan yang terbesar adalah 2,4099 berasal dari pasangan dimensi X13 dan X21 (lihat Lampiran 6). Ternyata nilai-nilai standardized residual yang dihasilkan terdapat dua nilai yang lebih kecil dari -2,58 yaitu X13«Y2 (-3,2866) dan X21«Y3 (-3,0231), sedangkan yang lainnya masih berada pada kisaran ± 2,58, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk data yang dinalisis masih memiliki data pencilan (outlier).

4.3.2.3 Pemeriksaan Multicollinearity dan Singularity
Pemeriksaan Multicollinearity dan singularity dapat diamati dengan menghitung determinan dari matrik kovarians sampelnya. Determinan yang kecil atau mendekati nol mengindikasikan adanya multikolinearitas dan singularitas, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk penelitian. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai determinan matriks kovarians sampel sebesar 0,0090 (nilainya mendekati nol) sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan data memiliki Multicollinearity dan Singularity.
4.3.2.4 Validitas dan Reliabilitas Dimensi
Dalam pemodelan terstruktur dapat dihitung besarnya koefisien validitas setiap dimensi dan koefisien reliabilitas konstruk (variabel laten). Tujuannya untuk mengetahui apakah dimensi yang digunakan untuk memprediksi variabel laten ini sudah sah, dan berapa besar konsistensi dari variabel laten tersebut. Berikut ini sifat-sifat model CFA yang terdiri atas nilai-nilai muatan dibakukan (loading factor), thitung, reliabilitas dan varians ekstrak.
Tabel 4.8
Validitas dan Reliabilitas Dimensi
Muatan
Dibakukan
Thitung
Reliabilitas
Kekeliruan (Error)
Implementasi Kebijakan
(X1 / ξ1)




X11
0,8468
11,0999
0,7171
0,2829
X12
0,1050
1,0974
0,0110
0,9890
X13
0,7241
8,8599
0,5243
0,4757
X14
0,8002
10,2097
0,6403
0,3597
Jumlah
2,4761

1,8927
2,1073
Construct Reliability


0,7442

Variace Extracted



0,4732





Koordinasi
(X2 / ξ2)




X21
0,8060
9,9856
0,6496
0,3504
X22
0,7217
8,5864
0,5209
0,4791
X23
0,7953
9,802
0,6325
0,3675
Jumlah
2,3230

1,8030
1,1970
Construct Reliability


0,8185

Variace Extracted



0,6010





Efektivitas Organisasi
(Y / η)




Y1
0,3678
4,1562
0,1353
0,8647
Y2
0,6446
7,3095
0,4155
0,5845
Y3
0,6100
6,8996
0,3721
0,6279
Jumlah
1,6224

0,9229
2,0771
Construct Reliability


0,5589

Variace Extracted



0,3076
Sumber : Data Hasil Analisis, 2011
Reliabilitas komposit (konstruk) untuk faktor Implementasi Kebijakan X1 dihitung menggunakan persamaan berikut ini.
maka diperoleh :
    
     = 0,7442
Jadi, reliabilitas komposit untuk Implementasi Kebijakan (X1) adalah 0,7442. Perlu dicatat bahwa reliabilitas komposit (konstruk) yang nilai minimalnya 0.60 atau 0.70 merupakan taraf reliabilitas yang dapat diterima untuk instrumen yang digunakan dalam penelitian. Dengan demikian, reliabilitas untuk Implementasi Kebijakan (X1) lebih besar dari nilai yang disyaratkan. Dengan cara yang sama dapat dihitung reliabilitas untuk Koordinasi (X2), dan  Efektivitas Organisasi (Y), yang hasilnya masing-masing sebesar 0,8185 (reliabilitasnya dapat diterima), dan 0,5589 (reliabilitasnya belum dapat diterima).
Penaksir varians ekstrak untuk faktor Implementasi Kebijakan (X1) diperoleh dari perhitungan berikut :

      
       = 0,4732
Sehingga penaksir varians ekstrak untuk Implementasi Kebijakan (X1) adalah 0,4732, yang berarti bahwa 47,32% dari varians yang diterangkan oleh Implementasi Kebijakan (X1), dan sisanya 52,68% disebabkan oleh kekeliruan pengukuran. Penaksir varians ekstrak Koordinasi (X2) sebesar 60,10%, kekeliruan pengukurannya 39,90%, sedangkan penaksir varians ekstrak Efektivitas Organisasi (Y1) sebesar 30,76%, kekeliruan pengukurannya 69,24%. Hanya Koordinasi saja yang dapat diterima karena nilainya lebih besar 0,50, sehingga dapat dikatakan variabel laten ini sudah baik dalam membentuk model CFA-nya, sementara itu dua variabel laten lainnya masih belum baik dalam membentuk model CFA.
Validitas konvergenitas ditunjukan oleh nilai koefisien determinasi masing-masing dimensi. Apabila hasil pengujian secara statistik menggunakan uji t hasilnya signifikan maka dapat dikatakan dimensi tersebut memiliki validitas konvergenitas yang baik. Nilai uji t masing-masing koefisien jalur dari variabel laten terhadap variabel manifest, semuanya memiliki nilai jauh lebih besar dari 1,96, atau secara eksak lebih dari ttabel = 2,037, kecuali Sumber Daya (X12), jadi dapat disimpulkan bahwa semua dimensi yang mengukur variabel laten memiliki validitas konvergen yang baik. Dengan nilai validitas untuk data yang diteliti (selain dimensi X12) berkisar antara 0,1353 (dimensi Y1) sampai dengan 0,7171 (dimensi X11).
4.3.3  Pembentukan Structural Equation Modelling (SEM)
Dalam analisis SEM tahapan selanjutnya setelah pengujian dimensionalitas dari faktor, pemeriksaan normalitas, outlier adalah membentuk model struktural berdasarkan hasil akhir model CFA yaitu untuk mengetahui pengaruh Implementasi Kebijakan, Koordinasi, tehadap Efektivitas Organisasi
Uji kecocokan model (Goodness-of-fits) sangat berguna untuk mengetahui kesesuaian model SEM yang dibentuk. Hipotesis yang diajukan untuk penentuan model SEM itu cocok atau tidak, dinyatakan sebagai berikut
H0 : Model SEM baik
H1 : Model SEM tidak baik
Dalam tabel berikut ini disajikan beberapa indeks yang umumnya dipakai untuk menentukan kecocokan model dalam analisis model persamaan terstruktur.
Tabel 4.9
Uji Kecocokan Model SEM
Indeks
kecocokan
Nilai
Cut off value
Kesimpulan
Chi-Square
60,8873
46,194
Tolak H0, model kurang baik
P-value
0,001539
< 0,05
Tolak H0, model kurang baik
RMSEA
0,08673
> 0,08
Tolak H0, model kurang baik
SRMR
0.05559
> 0,05
Tolak H0, model kurang baik
GFI
0.9079*
> 0,90
Terima H0, model baik
AGFI
0.8417
0,80 – 0,90
Terima H0, model marginal
NFI
0,9322*
> 0,90
Terima H0, model baik
NNFI
0,9460*
> 0,90
Terima H0, model baik
CFI
0,9616*
> 0,90
Terima H0, model baik
Sumber : Data Hasil Analisis, 2011
* Indeks kecocokan (GOF) memenuhi syarat model dengan kategori baik
Berdasarkan uji kecocokan model pada tabel diatas dapat diuraikan kesimpulan sebagai berikut :
  1. Nilai Chi-Square model SEM sebesar 60,8873 (P-value= 0,001539). Dengan mengambil taraf kepercayaan 95%, maka H0 ditolak dan  model dinyatakan kurang baik karena memiliki Chi-Square > c2tabel = 46,194 atau nilai P-value lebih kecil dari nilai 0,05.
  2. Nilai RMSEA (Root Mean Square Error Approximation) sebesar 0,08673 lebih besar dari 0,08. Nilai Standarized RMR (Standarized Root Mean Residual) sebesar 0,05559 lebih besar dari 0,05. Dengan mengambil taraf kepercayaan 95%, H0 ditolak dan model dinyatakan kurang baik.
  3. Nilai GFI (Goodness of fit index) sebesar 0,9079, NFI (Normed fit index) sebesar 0,9322, NNFI (Non-Normed fit index) sebesar 0,9460 dan CFI (Comparative fit index) sebesar 0.9616. Semua nilai indeks kecocokannya lebih besar dari 0,90, Dengan mengambil taraf kepercayaan 95%, H0 diterima dan model dinyatakan baik.
  4. AGFI (Adjusted Goodness of fit index) sebesar 0,8417 terletak antara 0,80 – 0,90, sehingga model dinyatakan marginal.
Dari 9 indeks uji kecocokan pada Tabel 4.23, lima diantaranya menyatakan hipotesis nolnya diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model SEM telah memenuhi syarat minimal goodness of fits atau model dinyatakan cukup baik dan dapat digunakan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini. Gambar berikut ini merupakan hasil analisis SEM untuk model teoritis.
Text Box:
Gambar 4.6
Model Struktural Implementasi Kebijakan, Koordinasi Tehadap Efektivitas Organisasi

Tabel berikut ini merupakan pengujian model terstuktur Implementasi Kebijakan, Koordinasi,
Tabel 4.10
Koefisien Regresi Model SEM

Variabel Laten Endogen

Variabel
Laten
Eksogen
Taksiran
Parameter
Taksiran
Parameter
dibakukan
Simp. baku
thitung

Kesimpulan
Y
¬
X1
0,8499
1,1164
0,1797
4,7307
Signifikan
Y
¬
X2
-0,007372
-0,0092
0,1666
-0,04426
Tidak Signifikan
Sumber : Data Hasil Analisis, 2011

Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa Implementasi Kebijakan (X1), memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap Efektivitas Organisasi (Y), ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar 4,7307, (thitung > 1,96 atau thitung > ttabel = 2,07). Berbeda halnya dengan Koordinasi tidak memberikan pengaruh negaatif yang signifikan terhadap Efektivitas Organisasi (Y), karena memiliki nilai statistik uji thitung = -0,04426 yang lebih kecil dari 1,96 atau ttabel = 2,07. Berikut ini ditampilkan muatan dibakukan, nilai thitung, koefisien determinasi (R2) dan kekeliruan untuk masing-masing dimensi pada setiap faktor yang diprediksi.
Tabel 4.11
Koefisien Jalur Dibakukan Model SEM
Faktor dan Dimensi
Muatan
Dibakukan
Thitung
R2
Kekeliruan (Error)
Implementasi Kebijakan
(X1 / ξ1)




X11
0,8468

0,7171
0,2829
X12
0,1050
1,0975
0,0110
0,9890
X13
0,7241
8,8981
0,5243
0,4757
X14
0,8002
10,2548
0,6403
0,3597





Koordinasi
(X2 / ξ2)




X21
0,8060

0,6496
0,3504
X22
0,7217
7,9597
0,5209
0,4791
X23
0,7953
8,8157
0,6324
0,3676





Efektivitas Organisasi
(Y / h)




Y1
0,3678
4,0641
0,1353
0,8647
Y2
0,6446

0,4155
0,5845
Y3
0,6100
6,4411
0,3721
0,6279
Sumber : Data Hasil Analisis, 2011

Tabel 4.11 di atas digunakan untuk menggambarkan model pengukuran (unidimensional) dari masing-masing variabel laten (konstruk) sebagaimana diuraikan di bawah ini.

4.3.4 Model Pengukuran
4.3.4.1 Model Pengukuran Implementasi Kebijakan
Berdasarkan model SEM pada Gambar 4.4 maka model pengukuran untuk variabel laten Implementasi Kebijakan (X1) yang diprediksi oleh dimensi Komunikasi (X11), Sumber Daya (X12), Sikap (X13), dan Struktur Birokrasi (X12) dapat digambarkan sebagai berikut :
Model Pengukuran X1

X11 = 0,8468 X1 + 0,2829
X12 = 0,1050 X1 + 0,9890
X13 = 0,7241 X1 + 0,4757
X14 = 0,8002 X1 + 0,3597
Gambar 4.7
Model Pengukuran Implementasi Kebijakan

Pada model pengukuran Implementasi Kebijakan (X1), dimensi Komunikasi (X11) ditetapkan sebagai fix parameter dengan nilai 1, karena memiliki nilai taksiran koefisien jalur terbesar (lihat model CFA), dimana taksiran koefisien jalur dibakukannya sebesar 0,8468. Dimensi X11 ini mampu memprediksi Implementasi Kebijakan sebesar 71,71%, sedangkan pengaruh luarnya sebesar 28,29%. Sementara itu Sumber Daya (X12) memiliki nilai taksiran koefisien jalur dibakukan terkecil yaitu sebesar 0,1050, sehingga besarnya pengaruh dalam memprediksi Implementasi Kebijakan hanya 1,10%, sedangkan kekeliruannya mencapai 98,90%. Dari hasil pengujian dimensi-dimensi yang digunakan untuk memprediksi Implementasi Kebijakan itu semuanya signifikan pada tingkat kepercayaan 95%, kecuali dimensi Sumber Daya.

4.3.4.2 Model Pengukuran Koordinasi
Model pengukuran untuk variabel laten Koordinasi (X2) diprediksi oleh dimensi Penyatupaduan (X21); Keselarasan (X22); dan Keserasian (X23) digambarkan sebagai berikut :
Model Pengukuran X2

X21 = 0,8060 X2 + 0,3504
X22 = 0,7217 X2 + 0,4791
X23 = 0,7953 X2 + 0,3676
Gambar 4.8
Model Pengukuran Koordinasi

Berdasarkan model pengukuran Koordinasi (X2), dimensi Penyatupaduan (X21) ditetapkan sebagai fix parameter dengan nilai 1, karena dalam model CFA memiliki nilai taksiran koefisien jalur terbesar, dimana taksiran koefisien jalur dibakukannya sebesar 0,8060. Dimensi Peyatupaduan (X21) ini mampu memprediksi Koordinasi sebesar 64,96%, sedangkan pengaruh luarnya hanya sebesar 35,04%. Sementara itu Keselarasan (X23) memiliki nilai taksiran koefisien jalur yang terkecil yaitu 0,7217, sehingga besarnya pengaruh dalam memprediksi Koordinasi hanya 52,09%, sedangkan kekeliruannya mencapai 47,91%. Dari hasil pengujian dimensi-dimensi yang digunakan untuk memprediksi Koordinasi dinyatakan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

4.3.4.3 Model Pengukuran Efektivitas Organisasi
Model pengukuran untuk variabel laten Efektivitas Organisasi (Y) diprediksi oleh dimensi Prestasi (Y1); Tujuan (Y2); dan Waktu (Y3) digambarkan sebagai berikut :
Model Pengukuran Y

Y1 = 0,3678 Y + 0,8647
Y2 = 0,6446 Y + 0,5845
Y3 = 0,6100 Y + 0,6279
Gambar 4.9
Model Pengukuran Efektivitas Organisasi

Berdasarkan model pengukuran Efektivitas Organisasi (Y), dimensi Tujuan (Y2) ditetapkan sebagai fix parameter dengan nilai 1, karena dalam model CFA memiliki nilai taksiran koefisien jalur terbesar, dimana taksiran koefisien jalur dibakukannya sebesar 0,6446. Dimensi Tujuan (Y2) ini mampu memprediksi Efektivitas Organisasi sebesar 41,55%, sedangkan pengaruh luarnya sebesar sebesar 58,45%. Sementara itu Prestasi (Y1) memiliki nilai taksiran koefisien jalur yang terkecil yaitu 0,3678, sehingga besarnya pengaruh dalam memprediksi Efektivitas Organisasi adalah 13,53%, sedangkan kekeliruannya mencapai 86,47%. Dari hasil pengujian dimensi-dimensi yang digunakan untuk memprediksi Efektivitas Organisasi dinyatakan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

4.3.5 Model Struktural Efektivitas Organisasi
Model persamaan terstruktur dari Implementasi Kebijakan dan Koordinasi terhadap Efektivitas Organisasi dinyatakan sebagai :
Text Box: Y1 = 1,1164 X1 - 0,0092 X2 - 0,2295
X1 = Implementasi Kebijakan
X2 = Koordinasi
Y  = Efektivitas Organisasi

Gambar 4.10
Model Efektivitas Organisasi yang Dipengaruhi oleh Implementasi Kebijakan
dan Koordinasi

Berdasarkan model struktural tersebut dapat diketahui bahwa koefisien regresi variabel laten Implementasi Kebijakan terhadap variabel laten Efektivitas Organisasi bertanda positif, artinya Implementasi Kebijakan akan meningkatkan Efektivitas Organisasi, sebaliknya Koordinasi memiliki koefisien regresi yang bertanda negatif, artinya variabel ini akan menurunkan Efektivitas Organisasi. Pada model struktural Efektivitas Organisasi, jika Implementasi Kebijakan meningkat satu satuan maka akan meningkatkan Efektivitas Organisasi sebesar 1,1164 satuan. Lain halnya dengan Koordinasi akan menurun Efektivitas Organisasi sebesar (0,0092) satuan. Dengan besarnya pengaruh kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.12
Pengaruh X1 dan X2 Terhadap Y
Variabel
Koefisien Jalur
Pengaruh
Langsung
Pengaruh Tak Langsung
Sub.
Total

X1
X2
X1
1,1164
1,2464

-0,0085
1,2379
X2
-0,0092
0,0001
-0,0085

-0,0084
Total Pengaruh
1,2295
  Sumber : Data Hasil Analisis, 2011


4.3.5.1  Hipotesis 1: Implementasi Kebijakan dan Koordinasi, secara simultan berpengaruh terhadap Efektivitas Organisasi

Hipotesis pengujian model struktural Efektivitas Organisasi yang dipengaruhi oleh Implementasi Kebijakan dan Koordinasi secara simultan dinyatakan sebagai :
H0 : g11 = g12 = 0                           
H1 : sekurang-kurangnya  ada sebuah jalur g1j ¹ 0 ; j = 1, 2
Statistik Uji :
F =             ~ F[a ; (p, n-p-1)]
F =  = 530,373
Ftabel = F[0.05 ; (2, 121-2-1)] = 3,073
Kriteria uji : Tolak H0 jika F > Ftabel
Karena Fhitung = 530,373 > Ftabel = 3,073 maka H0 ditolak, artinya sedikitnya ada sebuah jalur Implementasi Kebijakan atau Koordinasi yang memberikan pengaruh signifikan terhadap Efektivitas Organisasi.

4.3.5.2 Hipotesis 2: Implementasi Kebijakan berhubungan dengan Koordinasi
Untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Implementasi Kebijakan dengan Koordinasi, maka hipotesis nol dan hipotesis alternatif dinyatakan sebagai :
H0 : r12 = 0
H1 : r12 ¹ 0
Statistik Uji :
    = 16,102
Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%, diperoleh nilai persentil distribusi t-student pada derajat kebebasan dk = 119, sebesar t(0.025,119) = 1,980. Jika kita bandingkan nilai statistik uji hitung dengan nilai kritis tabel maka t = 16,102 > ttabel = 1,980, jadi hipotesis nol ditolak. Artinya terdapat hubungan positif yang signifikan dari Implementasi Kebijakan dengan Koordinasi pada taraf kepercayaan 95%.

4.3.5.3 Hipotesis 3: Implementasi Kebijakan berpengaruh terhadap Efektivitas Organisasi
Hipotesis nol dan hipotesis alternatif yang diajukan peneliti untuk menguji keberartian pengaruh dari variabel Implementasi Kebijakan terhadap Efektivitas Organisasi  adalah sebagai berikut :
H0 : g11 = 0
H1 : g11 ¹ 0
Statistik uji :
= 4,7307
Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%, diperoleh nilai persentil distribusi t-student pada derajat kebebasan dk = 118, sebesar t(0.025,118) = 1,980. Jika kita bandingkan nilai statistik uji hitung dengan nilai kritis tabel maka t = 4,7307 > ttabel = 1,980, jadi hipotesis nol ditolak. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari Implementasi Kebijakan terhadap Efektivitas Organisasi pada taraf kepercayaan 95%.

4.3.5.4 Hipotesis 4: Koordinasi berpengaruh terhadap Efektivitas Organisasi
Hipotesis nol dan hipotesis alternatif yang diajukan peneliti untuk menguji keberartian pengaruh dari variabel Koordinasi terhadap Efektivitas Organisasi  adalah sebagai berikut :
H0 : g12 = 0
H1 : g12 ¹ 0
Statistik uji :
= -0,04426
Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%, diperoleh nilai persentil distribusi t-student pada derajat kebebasan dk = 118, sebesar t(0.025,118) = 1,980. Jika kita bandingkan nilai statistik uji t hitung dengan nilai kritis dari tabel maka t = -0,04426 < ttabel = 1,980, jadi hipotesis nol diterima. Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Koordinasi terhadap Efektivitas Organisasi pada taraf kepercayaan 95%.